KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menolong
hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak
akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun
agar pembaca dapat mengetahui pengertian dari koloid, jenis, sifat, penerapan,
pembuatan dan kegunaan dari koloid itu
sendiri, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah
ini di susun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri kami sendiri maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan
dari Allah akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada ibu/bapak guru pembimbing yang telah
memberikan kesempatan agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini
memiliki kelebihan dan kekurangan.Mohon untuk saran dan kritiknya. Terima
kasih.
Penyusun
Kelompok
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG............................................................................................iii
1.2. RUMUSAN
MASALAH........................................................................................iii
1.3. TUJUAN PENULISAN..........................................................................................iii
1.4. MANFAAT
PENULISAN......................................................................................iii
BAB
II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KOLOID, LARUTAN, SUSPENSI DAN CIRI-CIRINYA.........1-2
A. PENGERTIAN KOLOID, LARUTAN, SUSPENSI DAN CIRI-CIRINYA.........1-2
B. JENIS-JENIS SISTEM KOLOID
..........................................................................2-7
C.
SIFAT DAN PENERAPAN SISTEM KOLOID...................................................7-13
D. PEMBUATAN KOLOID......................................................................................13-15
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN.............................................................................................................iv
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dilingkungan kita banyak sekali penerapan ilmu-ilmu kimia salah satunya adalah penggunaan ”KOLOID” dalam kehidupan sehari – hari , jadi kita atau khusunya seorang siswa sebaiknya mengerti apa itu sebenarnya koloid , sifat – sifatnya serta kegunaanya karena itu sangat berguna serta memang menjadi salah satu materi kimia yang harus dikuasai.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatasa dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apa itu koloid ?
b. Apa saja jenis – jenis koloid ?
c. Apa saja sifat – sifat dari koliod ?
d. Bagaimana cara pembuatan koloid ?
e. Dimana saja koloid itu dipergunakan ?
1.3
TUJUAN PENULISAN
a. Agar
para pembaca mengetahui apa itu koloid beserta jenis-jenisnya .
b. Agar
para pembaca mengetahui sifat – sifat dari koloid .
c. Agar
para pembaca mengetahui cara-cara pembuatan koloid.
d. Agar
para pembaca mengetahui penerapan koloid .
1.4
MANFAAT PENULISAN
Tujuan penulisan karya ilmiah ini, selain sebagai syarat untuk menyelesaikan
tugas kimia, juga diharapkan untuk memberi manfaat bagi kami
sendiri, dan para pembaca khusunya siswa agar lebih mengerti tentang
materi kimia khususnya materi “KOLOID” .
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KOLOID, LARUTAN, SUSPENSI DAN CIRI-CIRINYA
Koloid adalah
suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di
mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang
dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/
pemecah). Dimana di antara campuran homogen dan heterogen terdapat sistem
pencampuran yaitu koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan
homogen menjadi heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang memiliki sifat
sama pada setiap bagian campuran tersebut, contohnya larutan gula dan hujan.
Sedangkan campuran heterogen sendiri adalah campuran yeng memiliki sifat tidak
sama pada setiap bagian campuran, contohnya air dan minyak, kemudian
pasir dan semen.
Untuk memudahkan
pembahasan sistem dispersi koloid, digunakan fase terdispersi berupa
padatan dan fase pendispersi yang umum, berupa air. Ukuran partikel zat
terdispersi di dalam koloid lebih besar daripada ukuran partikel di dalam
larutan, tetapi lebih kecil daripada ukuran partikel di dalam suspensi.
Partikel zat terdispersi berukuran antara 10-7 cm sampai dengan 10-5 cm (1 nm –
100 nm). Sistem koloid tampak homogen jika dilihat tanpa mikroskop, tetapi
dengan menggunakan mikroskop tampak adanya partikel-partikel fase terdispersi.
Partikel koloid dapat disaring dengan menggunakan suatu kertas saring yang
berpori-pori sangat halus (penyaring ultra). Berdasarkan sistem dispersinya,
suatu koloid tampak seperti suspensi. Akan tetapi, secara fisik tampak seperti
larutan sehingga sering juga disebut dengan istilah suspensi homogen. Campuran
susu bubuk dan air dinamakan koloid.
Ciri-cirinya:
-
2 fase
-
keruh
-
antara homogen dengan heterogen
-
diameter partikel: 1 nm<d<100 nm
-
tidak dapat disaring dengan penyaring
biasa, melainkan dengan penyaring ultra
-
tidak memisahkan jika didiamkan
Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Zat terlarut dinamakan juga dengan fasa terdispersi atau solut, sedangkan zat pelarut disebut dengan fasa pendispersi atau solvent. Contohnya larutan gula atau larutan garam.
Ciri-cirinya:
-
1 fase
-
Jernih
-
Homogen
-
diameter partikel: <1 nm
-
tidak dapat disaring
-
tidak memisah jika didiamkan
Suspensi adalah campuran heterogen yang terdiri dari partikel – partikel kecil padat atau cair yang terdispersi dalam zat cair atau gas. Misalnya, tepung beras dilarutkan dalam air dan dikocok dengan kuat; Apabila campuran tersebut dibiarkan beberapa saat, campuran tersebut akan mengendap ke bawah.
Secara
garis besar, perbandingan antara larutan, koloid, dan suspensi dapat dilihat
pada Tabel berikut ini.
Tabel
1 Perbandingan antara Larutan, Koloid, dan Suspensi
Aspek
|
Larutan
|
Koloid
|
Suspensi
|
Bentuk
Campuran
|
Homogen
|
Tampak
homogen
|
Heterogen
|
Kestabilan
|
Stabil
|
Stabil
|
Tidak
stabil
|
Pengamatan
Mikroskop
|
Homogen
|
Heterogen
|
Heterogen
|
Jumlah
Fase
|
Satu
|
Dua
|
Dua
|
Sistem
Dispersi
|
Molekuler
|
Padatan
halus
|
Padatan
kasar
|
Pemisahan
dengan Cara Penyaringan
|
Tidak
dapat disaring
|
Tidak
dapat disaring dengan kertas saring biasa, kecuali dengan kerta saring ultra.
|
Dapat
disaring
|
Ukuran
Partikel
|
<
10-7 cm, atau < 1 nm
|
10-7 cm
- 10-5 cm, atau 1 nm - 100 nm
|
>
10-5 cm, atau
>
100 nm
|
B. JENIS-JENIS SISTEM KOLOID
Sistem
koloid adalah campuran yang heterogen. Telah diketahui bahwa terdapat tiga fase
zat, yaitu padat, cair, dan gas. Dari ketiga fasa zat ini dapat dibuat sembilan
kombinasi campuran fase zat, tetapi yang dapat membentuk sistem koloid hanya
delapan. Kombinasi campuran fase gas dan fase gas selalu menghasilkan campuran
yang homogen (satu fase) sehingga tidak dapat membentuk sistem koloid.
1.
Sistem Koloid Fase Padat-Cair (Sol)
Sistem
koloid fase padat-cair disebut sol. Sol terbentuk dari fase terdispersi berupa
zat padat dan fase pendispersi berupa cairan. Sol yang memadat disebut gel.
Berikut contoh-contoh sistem koloid fase padat-cair.
a.
Agar-agar
Padatan
agar-agar yang terdispersi di dalam air panas akan menghasilkan sistem koloid
yang disebut sol. Jika konsentrasi agar-agar rendah, pada keadaan dingin sol
ini akan tetap berwujud cair. Sebaliknya jika konsentrasi agar-agar tinggi pada
keadaan dingin sol akan menjadi padat dan kaku. Keadaan seperti ini disebut
gel.
b.
Pektin
Pektin
adalah tepung yang diperoleh dari buah pepaya muda, apel, dan kulit jeruk. Jika
pektin didispersikan di dalam air, terbentuk suatu sol yang kemudian memadat
sehingga membentuk gel. Pektin biasa digunakan untuk pembuatan selai.
c.
Gelatin
Gelatin
adalah tepung yang diperoleh dari hasil perebusan kulit atau kaki binatang,
misalnya sapi. Jika gelatin didispersikan di dalam air, terbentuk suatu sol
yang kemudian memadat dan membentuk gel. Gelatin banyak digunakan untuk
pembuatan cangkang kapsul. Agar-agar, pektin dan gelatin juga digunakan untuk
pembuatan makanan, seperti jelly atau permen kenyal (gummy candies).
d.
Cairan Kanji
Tepung kanji
yang dilarutkan di dalam air dingin akan membentuk suatu suspensi. Jika
suspensi dipanaskan akan terbentuk sol, dan jika konsentrasi tepung kanji cukup
tinggi, sol tersebut akan memadat sehingga membentuk gel. Suatu gel terbentuk
karena fase terdispersi mengembang, memadat dan menjadi kaku.
e. Air sungai (tanah terdispersi di
dalam medium air).
f. Cat tembok dan tinta (zat warna terdispersi
di dalam medium air).
g. Cat kayu dan cat besi (zat warna
terdispersi di dalam pelarut organik).
h. Gel kalsium asetat di dalam alkohol.
i. Sol arpus (damar).
j. Sol emas, sol Fe(OH)3, sol Al(OH)3,
dan sol belerang.
2.
Sistem Koloid Fase Padat-Padat (Sol Padat)
Sistem
koloid fase pada-padat terbentuk dari fase terdispersi dan fase pendispersi
yang sama-sama berwujud zat padat sehingga dikenal dengan nama sol padat.
Lazimnya, istilah sol digunakan untuk menyatakan sistem koloid yang terbentuk
dari fase terdispersi berupa zat padat di dalam medium pendispersi berupa zat
cair sehingga tidak perlu digunakan istilah sol cair. Contoh sistem koloid fase
padat-padat adalah logam campuran (aloi), misalnya stainless steel yang
terbentuk dari campuran logam besi, kromium dan nikel. Contoh lainnya adalah
kaca berwarna yang dalam ini zat warna terdispersi di dalam medium zat padat
(kaca).
3.
Sistem Koloid Fase Padat-Gas (Aerosol Padat)
Sistem
koloid fase padat-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa padat dan fase
pendispersi berupa gas. Anda sering menjumpai asap dari pembakaran sampah atau
dari kendaraan bermotor. Asap merupakan partikel padat yang terdispersi di
dalam medium pendispersi berupa gas (udara). Partikel padat di udara disebut
partikulat padat. Sistem dispersi zat padat dalam medium pendispersi gas
disebut aerosol padat. Sebenarnya istilah, aerosol lazim digunakan untuk
menyatakan sistem dispersi zat cair di dalam medium gas sehingga tidak perlu
disebut aerosol cair.
4. Sistem
Koloid Fase Cair-Gas (Aerosol)
Sistem
koloid fase cair-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan fase
pendispersi berupa gas. Contoh sistem koloid ini adalah kabut dan awan.
Partikel-partikel zat cair yang terdispersi di udara (gas) disebut partikulat
cair. Contoh aerosol adalah hairspray, obat nyamuk semprot, parfum (body
spray), cat semprot dan lain-lain. Pada produk-produk tersebut digunakan zat
pendorong (propellant) berupa senyawa klorofluorokarbon (CFC).
5.
Sistem Koloid Fase Cair-Cair (Emulsi)
Sistem
koloid fase cair-cair terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan
medium pendispersi yang juga berupa cairan. Campuran yang terbentuk bukan
berupa larutan, melainkan bersifat heterogen. Misalnya campuran antara minyak
dan air. Air yang bersifat polar tidak dapat bercampur dengan minyak yang
bersifat nonpolar. Untuk dapat “mendamaikan” air dan minyak, harus ada zat
“penghubung” antara keduanya. Zat penghubung ini harus memiliki gugus polar
(gugus yang dapat larut di dalam air) dan juga harus memiliki gugus nonpolar
(gugus yang dapat larut di dalam minyak) sehingga zat penghubung tersebut dapat
bercampur dengan air dan dapat pula bercampur dengan minyak.
Sistem
koloid cair-cair disebut emulsi. Zat penghubung yang menyebabkan pembentukan
emulsi disebut emulgator (pembentuk emulsi). Jadi, tidak ada emulsi tanpa
emulgator. Contoh zat emulgator, yaitu sabun, detergen, dan lesitin. Minyak dan
air dapat bercampur jika ditambahkan emulgator berupa sabun atau deterjen. Oleh
karena itu, untuk menghilangkan minyak yang menempel pada tangan atau pakaian
digunakan sabun atau deterjen, yang kemudian dibilas dengan air.
Susu,
air santan, krim, dan lotion merupakan beberapa emulsi yang Anda kenal dalam
kehidupan sehari-hari. Susu murni (dalam bentuk cair) merupakan contoh bentuk
emulsi alami karena di dalam susu murni telah terdapat emulgator alami, yaitu
kasein. Di dalam industri makanan, biasanya susu murni diolah menjadi susu
bubuk. Susu bubuk yang terbentuk menjadi sukar larut dalam air, kecuali dengan
menggunakan air panas. Oleh karena itu, digunakan zat emulgator yang berupa
lesitin sehingga susu bubuk tersebut dapat mudah larut dalam air, sekalipun
hanya dengan menggunakan air dingin. Susu bubuk yang dicampur dengan zat
emulgator dikenal dengan istilah susu bubuk instant. Contoh lain emulsi adalah
krim (emulsi yang berbentuk pasta), dan lotion (emulsi yang berbentuk cairan
kental atau krim yang encer).
Sistem
emulsi banyak digunakan dalam berbagai industri seperti berikut.
a.
Industri kosmetik: dalam bentuk berbagai krim untuk perawatan kulit, dan
berbagai lotion yang berasal dari minyak, serta haircream (minyak rambut).
b.
Industri makanan: dalam bentuk es krim dan mayones.
c.
Industri farmasi: dalam bentuk berbagai krim untuk penyakit kulit, sirup,
minyak ikan, dan lain-lain.
Mayones
terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan (minyak jagung atau minyak kedelai) dan
air. Pada mayones ini digunakan kuning telur sebagai zat emulgator.
6.
Sistem Koloid Fase Cair-Padat (Emulsi Padat)
Sistem
koloid fase cair-padat terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan
medium pendispersi berupa zat padat sehingga dikenal dengan nama emulsi padat.
Sebenarnya, istilah emulsi hanya digunakan untuk sistem koloid fase cair-cair.
Jadi, emulsi berarti sistem koloid fase cair-cair (tidak ada istilah emulsi
cair). Contoh emulsi padat, yaitu keju, mentega, dan mutiara.
7.
Sistem Koloid Fase Gas-Cair (Busa)
Sistem
koloid fase gas-cair terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium
pendispersi berupa zat cair. Jika anda mengocok larutan sabun, akan timbul
busa. Di dalam busa sabun terdapat rongga yang terlihat kosong. Busa sabun
merupakan fase gas dalam medium cair. Contoh-contoh zat yang dapat menimbulkan
busa atau buih, yaitu sabun, deterjen, protein, dan tanin.
Pada
proses pencucian, busa yang ditimbulkan oleh sabun atau deterjen dapat
mempercepat proses penghilangan kotoran. Busa atau buih pada zat pemadam api
berfungsi memperluas jangkauan (voluminous) dan mengurangi penguapan air. Pada
proses pemekatan bijih logam, sengaja ditimbulkan busa agar zat-zat pengotor
dapat terapung di dalam busa tersebut.
Di
dalam suatu proses industri kimia, misalnya proses fermentasi, kadang-kadang
pembentukan busa tidak diinginkan sehingga dilakukan penambahan zat antibusa
(antifoam), seperti silikon, eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.
8.
Sistem Koloid Fase Gas-Padat (Busa Padat)
Sistem
koloid fase gas-padat terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium
pendispersi berupa zat padat, yang dikenal dengan istilah busa padat, sedangkan
dispersi gas dalam medium cair disebut busa dan tidak perlu disebut busa cair.
Di dalam kehidupan sehari-hari, anda dapat menemui busa padat yang dikenal
dengan istilah karet busa dan batu apung. Pada kedua contoh busa padat ini
terdapat rongga atau pori-pori yang dapat diisi oleh udara.
Secara
garis besar, kedelapan jenis sistem koloid tersebut dapat ditunjukkan pada
Tabel berikut ini.
Tabel
2 Jenis Sistem Koloid dan Contoh-contohnya
No.
|
Fase
Terdispersi
|
Medium
Pendispersi
|
Nama
Koloid
|
Contoh
|
1.
|
Padat
|
Cair
|
Sol
|
Sol
emas, agar-agar, jelly, cat, tinta, air sungai
|
2.
|
Padat
|
Gas
|
Aerosol
padat
|
Asap,
debu padat
|
3.
|
Padat
|
Padat
|
Sol
padat
|
Paduan
logam, kaca berwarna
|
4.
|
Cair
|
Gas
|
Aerosol
|
Kabut,
awan
|
5
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi
|
Santan,
susu, es krim, krim, lotion, mayonaise
|
6.
|
Cair
|
Padat
|
Emulsi
padat
|
Keju,
mentega, mutiara
|
7.
|
Gas
|
Cair
|
Buih,
busa
|
Busa
sabun
|
8.
|
Gas
|
Padat
|
Busa
padat
|
Karet
busa, batu apung
|
C.
SIFAT DAN PENERAPAN SISTEM KOLOID
Secara
fisik, sistem koloid terlihat homogen seperti larutan. Jika anda amati dengan
mikroskop, terlihat adanya perbedaan antara koloid dan larutan karena sistem
koloid sebetulnya bersifat heterogen. Untuk lebih memperjelas perbedaan antara
larutan dan koloid, Anda harus mempelajari sifat-sifat yang dimiliki oleh sistem
koloid tersebut.
1.
Gerak Brown
Gerak
Brown adalah gerak tidak beraturan, gerak acak atau gerak zig-zag partikel
koloid. Gerak Brown terjadi karena benturan tidak teratur partikel koloid dan
medium pendispersi. Benturan tersebut mengakibatkan partikel koloid bergetar
dengan arah yang tidak beraturan dan jarak yang pendek.
Gerak
Brown kali pertama diamati pada 1827 oleh Robert Brown (1773-1858), seorang
ahli Biologi berkebangsaan Inggris pada saat mengamati serbuk sari. Fenomena
ini dijelaskan oleh Albert Einstein (1879-1955) pada 1905. Menurut Einstein,
suatu partikel mikroskopis (hanya dapat diamati dengan mikroskop) yang melayang
dalam suatu medium pendispersi akan menunjukkan suatu gerak acak atau gerak
zig-zag. Gerakan ini disebabkan oleh medium pendispersi yang menabrak partikel
terdispersi dari berbagai sisi dalam jumlah yang tidak sama untuk setiap sisi.
Arah
gerak partikel koloid bergantung pada jumlah partikel medium pendispersi yang
menabrak. Jika jumlah partikel pendispersi yang menabrak dari arah bawah
banyak, partikel koloid akan bergerak ke atas. Jika jumlah partikel pendispersi
yang menabrak dari kiri bawah banyak, partikel koloid bergerak ke kanan atas.
Setiap gerak disertai getaran karena di sisi lain ada tabrakan dari medium
pendispersi, tetapi jumlah molekul medium pendispersi ini sedikit. Gerak
zig-zag akibat tabrakan dari partikel pendispersi menyebabkan sistem koloid
tetap stabil, tetap homogen, dan tidak mengendap.
Apakah
gerak Brown juga terjadi pada sistem larutan atau suspensi? Pada larutan,
partikel terdispersi memiliki ukuran yang sangat kecil dan hampir sama dengan
ukuran molekul pendispersi. Gerakan partikel pendispersi bukan terjadi karena
ditabrak oleh partikel pendipersi, melainkan disebabkan oleh gerakan oleh
molekul sendiri. Pada suspensi, ukuran partikel terdispersi sangat besar.
Adanya partikel pendispersi yang menabrak tidak menyebabkan partikel
terdispersi bergerak dan tidak menimbulkan getaran. Pada suspensi, partikel
terdispersi banyak dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi sehingga partikel
terdispersi lebih banyak bergerak ke bawah dan membentuk endapan.
2.
Efek Tyndall
Jika
cahaya dilewatkan ke dalam sistem koloid, cahaya yang melewati sistem koloid
tersebut terlihat lebih terang. Cahaya yang terlihat lebih terang ini
disebabkan oleh terjadinya efek Tyndall. Efek Tyndall adalah efek penghamburan
cahaya oleh partikel koloid. Partikel koloid akan memantulkan dan menghamburkan
cahaya yang mengenainya sehingga cahaya akan terlihat lebih terang. Jika
kemudian cahaya ini ditangkap layar, cahaya pada layar tersebut tampak buram
(lihat gambar di samping).
Di
dalam kehidupan sehari-hari, efek Tyndall dapat dilihat pada gejala-gejala
berikut.
1)
Jika sinar matahari masuk melalui celah ke dalam ruangan, pada sinar terlihat
debu-debu beterbangan (daerah ini terlihat lebih terang). Pada daerah yang tidak
terlewati sinar matahari tidak akan terlihat adanya debu. Begitu juga jika
sinar matahari melewati daun pepohonan di daerah yang berkabut, sinar matahari
tersebut terlihat lebih jelas.
2)
Jika Anda menonton film di gedung bioskop, kemudian ada asap rokok yang
mengepul ke atas cahaya proyektor terlihat lebih terang dan gambar pada layar
menjadi buram.
3)
Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut terlihat lebih jelas. Begitu juga
pada jalan yang berdebu, sorot lampu terlihat lebih jelas, kecuali sehabis hujan
yang cukup deras (sehingga jalanan tidak berdebu dan tidak ada asap). Itulah
sebabnya sorot lampu mobil seakan tidak tampak (tidak terlihat), tetapi jalan
terlihat jelas.
3.
Adsorpsi
Partikel
koloid mampu menyerap molekul netral atau ion-ion pada permukaannya. Jika
partikel koloid menyerap ion bermuatan, kemudian ion-ion tersebut menempel pada
permukaannya, partikel tersebut menjadi bermuatan. (Perhatikan gambar di
samping).
Sol
Fe(OH)3 mampu mengadsorpsi ion-ion H+ sehingga sol Fe(OH)3 menjadi bermuatan
positif. Sol As2S3 mampu mengadsorpsi ion-ion S2- sehingga sol As2S3 menjadi
bermuatan negatif. Penyerapan yang hanya terjadi di permukaan saja disebut
adsorpsi, sedangkan penyerapan yang terjadi di seluruh bagian disebut absorpsi.
Muatan
dalam partikel koloid bukan disebabkan oleh ionisasi partikel seperti pada
larutan, melainkan disebabkan oleh adanya ion lain yang diadsorpsi.
Sifat
adsorpsi partikel koloid digunakan pada proses-proses berikut.
a.
Penjernihan Air
Pada
air sungai (air sungai merupakan suatu sistem koloid), tanah yang terdispersi
dapat diendapkan dengan penambahan tawas (Kal(SO4)2) atau larutan PAC (Poly
Alumuinium Chloride). Kedua zat ini dapat membentuk koloid Al(OH)3 mengadsorpsi
pengotor di dalam air, menggumpalkan, dan mengendapkannya sehingga air menjadi
jernih.
b.
Penghilangan Kotoran pada Proses Pembuatan Sirup
Kadang-kadang
gula masih mengandung pengotor sehingga jika dilarutkan di dalam air, pengotor
tersebut akan tampak dan larutan tidak jernih. Pada industri pembuatan sirup,
untuk menghilangkan pengotor ini biasanya digunakan putih telur. Setelah gula
larut, sambil diaduk ditambahkan putih telur tersebut menggumpal dan
mengadsorpsi pengotor. Selain putih telur, dapat juga digunakan zat lain,
seperti tanah diatomae atau arang aktif.
c.
Proses Menghilangkan Bau Badan
Pada
produk roll on deodorant, digunakan adsorben (zat yang akan mengadsorpsi)
berupa Al-stearat. Jika deodorant digosokkan pada anggota badan, Al-stearat
mengadsorpsi keringat yang menyebabkan bau badan.
d. Penggunaan
Arang Aktif
Arang
aktif merupakan contoh adsorben yang dibuat dengan memanaskan arang dalam udara
kering. Arang aktif memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai zat. Obat norit
(obat sakit perut) mengandung zat arang aktif yang berfungsi menyerap berbagai
zat dan racun dalam usus. Arang aktif ini juga digunakan pada topeng gas,
lemari es (untuk menghilangkan bau), dan rokok filter (untuk mengikat asap
nikotin dan tar).
Adanya
muatan listrik pada koloid menyebabkan koloid dapat dipisahkan dengan cara
elektroforesis. Elektroforesis adalah metode pemisahan berdasarkan perbedaan
laju perpindahan molekul dalam medan listrik. Pada elektroforesis, partikel
koloid yang bermuatan akan mengalami pergerakan. Partikel koloid yang bermuatan
negatif akan bergerak ke elektrode (kutub) positif. Adapun koloid yang
bermuatan positif bergerak ke elektrode (kutub) yang bermuatan negatif.
Elektroforesis
dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan dari suatu partikel koloid.
4.
Koagulasi
Telur
direbus hingga membeku, penggumpalan susu yang basi, dan pembentukan delta pada
muara sungai merupakan contoh-contoh proses koagulasi. Koagulasi adalah
penggumpalan partikel koloid yang terjadi karena kerusakan stabilitas sistem
koloid atau karena penggabungan partikel koloid yang berbeda muatan sehingga
membentuk partikel yang lebih besar. Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh
pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid
yang berbeda muatan, atau karena elektroforesis. Koloid Fe(OH)3 yang bermuatan
positif jika dicampur dengan koloid As2S3 yang bermuatan negatif akan mengalami
koagulasi. Koagulasi terjadi karena setiap partikel koloid yang memiliki muatna
yang berlawanan saling menetralkan dengan gaya elektrostatik hingga membentuk
partikel besar dan menggumpal.
Elektroforesis
dapat menyebabkan koagulasi karena endapan pada salah satu elektrode semakin
lama semakin pekat, dan akhirnya membentuk gumpalan.
Berikut
beberapa proses koagulasi yang sengaja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
a. Perebusan
Telur
Telur
mentah merupakan suatu sistem koloid dengan fase terdispersi berupa protein.
Jika telur tersebut direbus akan terjadi koagulasi sehingga telur tersebut
menggumpal.
b.
Pembuatan Yoghurt
Susu
dapat diubah menjadi yoghurt melalui fermentasi. Pada fermentasi susu akan
terbentuk asam laktat yang menggumpal dan berasa asam.
c.
Pembuatan Tahu
Pada
pembuatan tahu dari kedelai, mula-mula kedelai dihancurkan sehingga keedelai
berbentuk bubur kedelai (seperti susu). Kemudian, ditambahkan larutan elektrolit,
yaitu CaSO4.2H2O yang disebut batu tahu sehingga protein kedelai menggumpal dan
membentuk tahu.
d.
Pembuatan Lateks
Lateks
terbuat dari getah karet, salah satu sistem koloid. Pada pembuatan lateks,
getah kerat digumpalkan dengan penambahan asam asetat atau asam format.
e.
Penjernihan Air Sungai
Air
sungai mengandung padatan lumpur yang terdispersi di dalam air (sol). Sol tanah
liat dalam air sungai memiliki muatan negatif sehingga dapat diendapkan dengan
penambahan tawas atau PAC. Di dalam air sungai tawas atau PAC membentuk koloid
Al(OH)3 yang bermuatan positif. Pengendapan terjadi karena koagulasi koloid
yang bermuatan negatif dengan koloid yang bemuatan positif.
f.
Pembentukan Delta
Delta
terbentuk dari hasil pencampuran air sungai yang mengandung koloid tanah liat
dan elektrolit yang berasal dari air laut. Pencampuran tersebut menyebabkan
terjadinya koagulasi sehingga terbentuk delta.
g.
Pengolahan Asap Atau Debu
Asap
dan debu yang dihasilkan dari suatu proses industri dapat mencemari udara di sekitarnya.
Asap dan debu merupakan sistem koloid zat padat dalam medium pendispersi gas
(udara). Padatan dalam asap atau debu dapat diendapkan menggunakan alat
Cotrell.
Asap
dan debu dilewatkan melalui cerobong yang di dalamnya terdapat ujung-ujung
elektrode bermuatan dengan bertegangan antara 20.000 V hingga 75.000 V.
Elektrode mengakibatkan asap dan debu tersebut menjadi bermuatan. Selanjutnya,
partikel asap dan debu akan tertarik pada elektrode yang lainnya dan mengendap.
Endapan yang terbentuk dipisahkan secara berkala sehingga gas-gas yang keluar
dari cerobong sudah terbebas dari partikel padatan yang berbahaya.
5.
Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Sistem
koloid sol (zat padat dalam medium pendispersi cair) dapat bersifat liofil
(dalam bahasa Yunani lyo = cairan, philia = suka) dan ada juga bersifat liofob
(Yunani: phobia = tidak suka, takut). Pada sol yang bersifat liofil, zat
terdispersi dapat menarik atau mengikat medium pendispersi. Pada sol yang
bersifat liofob, zat terdispersi tidak dapat mengikat medium pendispersinya
(air).
Pada
koloid liofil, pengikatan medium pendispersi disebabkan oleh gaya tarik-menarik
(berupaya gaya elektrostatik) pada setiap gugus ujung molekul terdispersi.
Sebagai gambaran, jika satu sendok agar-agar padat dicampur dengan beberapa
gelas air, setiap penambahan air pada koloid agar-agar akan menyebabkan air
terserap. Molekul-molekul air akan diikat setiap gugus yang terdapat pada
permukaan padatan agar-agar sehingga struktur agar-agar mengembang.
Agar-agar
sangat mudah menarik medium pendispersinya (air). Koloid liofil terlihat
homogen, stabil, tidak tampak adanya medium pendispersi, lebih kental, dan
membentuk gel. Contoh koloid liofil, yaitu agar-agar, koloid kanji, cat, lem,
gelatin, protein (putih telur), dan tinta warna. Jika medium pendispersi pada
suatu koloid liofil adalah air, koloid tersebut disebut koloid hidrofil.
Pada
sol yang bersifat liofob, zat terdispersi tidak dapat bercampur dengan baik
jika ditambahkan lagi medium pendispersi. Pada koloid yang bersifat liofob,
jumlah medium pendispersi harus tertentu (terbatas). Jika pada suatu koloid
liofob yang sudah stabil ditambahkan lagi zat pendispersi, zat terdispersi akan
menolak sehingga koloid tidak menjadi tidak stabil. Contoh koloid liofob, yaitu
sol emas, sol belerang, sol As2S3, dan sol Fe(OH)3 suatu koloid liofob dengan
medium pendispersi air tersebut dinamakan koloid hidrofob. Koloid liofob
berbentuk encer (hampir sama dengan medium pendispersi), tidak stabil, serta
memiliki gerak Brown dan efek Tyndall.
6.
Koloid Pelindung
Koloid
pelindung adalah suatu sistem koloid yang ditambahkan pada sistem koloid
lainnya agar diperoleh koloid yang stabil. Contoh koloid pelindung adalah
gelatin yang merupakan koloid padatan dalam medium air. Gelatin biasa digunakan
paa pembuatan es krim untuk mencegah pembentukan kristal es yang kasar sehingga
diperoleh es krim yang lebih lembut.
7.
Dialisis
Dialisis
adalah proses penyaringan partikel koloid dari ion-ion yang teradsorpsi
sehingga ion-ion tersebut dapat dihilangkan dan zat terdispersi terbebas dari
ion-ion yang tidak diinginkan.
Pada
proses dialisis, koloid yang mengandung ion-ion dimasukkan ke dalam kantung
penyaring, kemudian dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air). Ion-ion dapat
keluar melewati penyaring sehingga partikel koloid terbebas dari ion-ion.
Kantung penyaring merupakan selaput semipermeabel yang hanya dapat dilewati ion
dan air, tetapi tidak dapat dilewati partikel koloid.
Proses
dialisis juga terjadi dalam metabolisme tubuh. Ginjal berfungsi sebagai penyaring
semipermeabel. Cairan hasil metabolisme di dalam darah mengandung butir-butir
darah, air, dan urea. Urea merupakan racun bagi tubuh sehingga harus
dikeluarkan melalui air seni. Jika ginjal mengalami gangguan (gagal ginjal),
ginjal tidak dapat menyaring darah dan mengeluarkan urea yang bersifat racun.
Oleh karena itu, penderita gagal memerlukan proses “cuci darah”, yaitu proses
dialisis yang berfungsi menghilangkan urea dari darah. Oleh karena itu, sudah
sepatutnyalah kita mensyukuri kesehatan ginjal kita.
8.
Sistem Koloid dalam Pengolahan Air
Air
sungai merupakan koloid yang terbentuk dari tanah liat yang terdispersi di
dalam air. Pengolahan air sungai menjadi bersih dapat dilakukan melalui
tahap-tahap penggumpalan pengotor (koagulasi), penyaringan pengotor, penyerapan
bau dan zat kimia (adsorpsi), dan pembasmian kuman (desinfeksi).
a.
Penggumpalan
Proses
penggumpalan (koagulasi) dilakukan dengan menggunakan tawas (Kal(SO4)2), PAC
(Poly Alumunium Chloride), dan Al2(SO4)3.
Senyawa-senyawa
tersebut dapat menghasilkan koloid Al(OH)3 yang akan mengadsorpsi pengotor
tanah dan menggumpalkannya sehingga terbentuk endapan.
b.
Proses Penyaringan
Setelah
terjadi penggumpalan, kemudian dilakukan proses penyaringan menggunakan
penyaring. Penyaring terdiri atas lapisan pasir, kerikil, dan ijuk.
c.
Proses Adsorpsi
Adsorpsi
atau penyerapan kotoran menggunakan koloid Al(OH)3 terjadi pada tahap awal.
Jika terdapat ion Fe2+, ion tersebut terlebih dahulu dioksidasi menjadi ion
Fe3+ menggunakan kaporit. Setelah itu baru proses adsorpsi dapat dilakukan
menggunakan Al(OH)3. Proses adsorpsi juga dilakukan dengan menggunakan karbon
aktif yang dapat menyerap bau dan zat-zat kimia, seperti besi dan sisa kaporit
yang berlebih.
d.
Proses Desinfeksi
Penambahan
kaporit bertujuan membunuh kuman-kuman. Kaporit juga berperan sebagai
oksidator, dapat ditambahkan sebelum penggumpalan. Kaporit ini menimbulkan bau
unsur klorin yang kurang sedap sehingga digunakan karbon aktif untuk menyerap
klorin tersebut.
Secara
sederhana, bagan proses pengolahan air dapat digambarkan sebagai berikut.
D.
PEMBUATAN KOLOID
Anda
telah mengetahui bahwa ukuran partikel terletak di antara ukuran partikel
larutan dan ukuran partikel suspensi. Oleh karena itu, pembuatan koloid dapat
dilakukan dengan dua cara. Pertama, menggabungkan molekul atau ion dari larutan
(cara kondensasi). Kedua, menghaluskan partikel suspensi, kemudian
didispersikan ke dalam suatu medium pendispersi (cara dispersi).
1.
Cara Kondensasi
Cara
kondensasi dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, reaksi
hidrolisis, reaksi penggaraman, dan reaksi penjenuhan.
a.
Reaksi Redoks
Reaksi
redoks merupakan reaksi pembentukan partikel koloid melalui mekanisme perubahan
bilangan oksidasi.
Perhatikan
contoh-contoh berikut.
1)
Pembuatan sol belerang dengan mengalirkan gas hidrogen sulfida (H2S) ke dalam
larutan belerang dioksida (SO2).
2H2S
(g) + SO2(aq) → 3S(s) + 2H2O(l)
2)
Pembuatan sol emas dengan cara meraksikan larutan AuCl3 dan zat pereduksi
formaldehid atau besi (II) sulfat.
2AuCl(aq)
+ 3HCOH(aq) + 3H2O(l) → 2Au(s) + 6HCl (aq) + 3HCOOH(aq)
atau
AUCl3(aq)
+ 3FeSO4(aq) → Au(s) + Fe2(SO4)3(aq) + FeCl3 (aq)
b.
Reaksi Hidrolisis
Reaksi
hidrolisis merupakan reaksi pembentukan koloid dengan menggunakan pereaksi air.
Misalnya, pembuatan sol Al(OH)3 dan sol Fe(OH)3.
1)
Pembuatan sol Al(OH)3 dari larutan AlCl3, Al2(SO4)3, PAC atau tawas.
AlCl3(aq)
+ 3H2O(l) → Al(OH)3(s) + 3HCl(aq)
2)
Pembuatan sol Fe(OH)3 dari larutan FeCl3 dengan air panas.
FeCl3(aq)
+ 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)
c.
Reaksi Penggaraman
Garam-garam
yang sukar larut dapat dibuat menjadi koloid melalui reaksi pembentukan garam.
Untuk menghindari pengendapan biasanya digunakan suatu zat pemecah.
AgNO3(aq)
+ NaCl(aq) → AgCl(s) +NaNO3(aq)
Na2SO4(aq)
+ Ba(NO3)2(aq) → BaSO4(s) + 2NaNO3(aq)
d.
Penjenuhan Larutan
Pembuatan
kalsium asetat merupakan contoh pembuatan koloid dengan cara penjenuhan larutan
ke dalam larutan jenuh kalsium asetat dalam air. Penjenuhan dilakukan dengan
cara menambahkan pelarut alkohol sehingga akan menghasilkan koloid berupa gel.
Kalsium asetat bersifat mudah larut dalam air, namun sukar larut dalam alkohol.
2.
Cara Dispersi
Pembuatan
koloid dengan cara dispersi dilakukan dengan cara mengubah partikel kasar
(besar) menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan melalui cara
mekanik (penggerusan), cara busur Bredig, dan cara peptisasi (pemecahan).
a.
Cara Mekanik
Cara
mekanik merupakan cara fisik mengubah partikel kasar menjadi partikel halus.
Partikel kasar digiling dengan alat coloid mill sehingga diperoleh ukuran
partikel yang diinginkan. Selanjutnya, partikel halus ini didispersikan ke
dalam suatu medium pendispersi. Proses penggilingan dapat juga dilakukan di
dalam medium pendispersi.
b.
Cara Busur Bredig
Proses
pembuatan koloid dengan cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam.
Pada proses ini, logam yang akan dibuat sol digunakan sebagai elektrode
dihubungkan dengan arus listrik. Uap logam yang terjadi akan terdispersi ke
dalam medium pendispersi sehingga membentuk koloid.
c.
Cara Peptisasi
Pada
cara peptisasi, partikel kasar berupa endapan diubah menjadi partikel koloid
dengan menggunakan elektrolit yang mengandung ion sejenis zat pemecah. Berikut
ini contoh-contoh peptisasi.
1)
Endapan Al(OH)3 dipeptisasi dengan AlCl3,
2)
Endapan NiS dipeptisasi dengan air, dan
3)
Serat selulosa asetat dipeptisasi dengan aseton.
d.
Cara Homogenisasi
Cara
ini mirip dengan cara mekanik dan biasanya digunakan untuk membuat emulsi.
Dengan cara ini, partikel lemak dihaluskan, kemudian didispersikan ke dalam
medium air dengan penambahan emulgator. Selanjutnya, emulsi yang terbentuk
dimasukkan ke dalam alat homogenizer. Caranya dengan melewatkan emulsi pada
pori-pori dengan ukuran tertentu sehingga diperoleh emulsi yang homogen.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Partikel koloid dapat menghamburkan
cahaya sehingga berkas cahaya yang melalui sistem koloid. Dapat diamati dari
samping sifat partikel koloid ini disebut efek Tyndall.
Jika diamati dengan mikroskop ultra
ternyata partikel koloid senantiasa bergerak dengan gerak patah-patah yang
disebut gerak Brown. Gerak Brown terjadi karena tumbukan tak simetris antara
molekul medium dengan partikel koloid.
Koloid dapat mengadsorpsi ion atau zat
lainpada permukaannya, dan oleh karena luas permukaannya yang relatif besar,
maka koloid mempunyai daya adsorpsi yang besar.
Adsorpsi ion-ion oleh partikel koloid
membuat partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Muatan koloid
menyebabkan gaya tolak-menolak di antara partikel koloid, sehingga
menjadi stabil (tidak mengalami sedimentasi).
Muatan partikel koloid dapat
ditunjukkan dengan elektroforesis, yaitu pergerakan partikel koloid
dalam medan listrik.
Penggumpalan partikel koloid disebut
koagulasi. Koagulasi dapat terjadi karena berbagai hal, misalnya pada
penambahan elektrolit. Penambahan elekrolit akan menetralkan muatan
koloid, sehingga faktor yang menstabilkannya hilang.
Koloid yang medium dispersinya berupa cairan
dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofil mempunyai
interaksi yang kuat dengan mediumnya; sebaliknya, pada koloid liofob
interaksinya tersebut tidak ada
Koloid dapat dibuat dengan cara
dispersi atau kondensasi. Pada cara dispersi, bahan kasar dihaluskan kemudian
didispersikan ke dalam medium dispersinya. Pada cara kondensasi, koloid dibuat
dari larutan di mana atom atau molekul mengalami agregasi (pengelompokan),
sehingga menjadi partikel koloid.
DAFTAR
PUSTAKA
Nana Sutresna, 2007.
Cerdas Belajar Kimia Kelas XI.Grafindo:Bandung.
Parning,
dkk. 2006. Kimia SMA Kelas XI Semester Kedua. Jakarta : Yudhistira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar